Senin, 09 Juni 2014

Dua Calon Presiden 2014 Sama2 Baik, Lalu ???

dua calon presiden menurutku sama2 orang & calon yg baik

fitnah bhw jokowi hanya pencitraan, antek amerika, capres boneka, tdk amanah dll yg disebar2kan itu adalah tdk benar,
dmkn pula fitnah bhw prabowo itu kejam, tukang culik dll yg disebar2kan itu juga tdk benar

ada alasan yg mungkin akan terlalu panjang jika dikemukakan.. tp yg jelas, sobat2 se kantor di jakarta semasa 1990an - 2000an, skr ada yg jd tim inti prabowo & ada juga yg jd tim inti jokowi

demikian juga sobat sekantor jakarta saat ini, ada yg jd suporter prabowo seperti kamerad Hardian Saja aktivis partai PKS dll, juga ada yg jd suporter jokowi seperti sahabat Bejo Raharjo dll

Jadi sebenarnya buat apa ribut2 yg ujung2nya mengolok2 bangsa sendiri? Jk menurut anda kedua capres ini sama2 baik, pilihlah yg terbaik diantara yg baik2. sedangkan jk menurut anda kedua capres ini sama2 buruk, pilihlah yg terbaik diantara yg buruk2.

Tanpa perlu menjelek2kan calon yg lain, aplg memberi cap jelek, agar orang membenci calon tersebut. Karena itu hanya akan menimbulkan luka, dan akan membuat calon yg terpilih sejak awal sudah tidak disukai oleh sebagian masyarakat Indonesia.

Sebab jika sebagian rakyat sudah apriori pada salah satu calon, dan kemudian calon itu terpilih, maka bisa jadi sebaik apapun program & kegiatan dr orang tersebut, maka akan dapat cibiran, serangan & hantaman, ganjalan dll dr sebagian masyarakat. Ini bisa jadi mengakibatkan program, kegiatan dll yg sebenarnya cukup bagus, bisa jadi tidak bisa berjalan dg baik.

Karena bisa seperti syair lagunya alm gombloh, jika cinta sudah melekat - tai kucing terasa coklat, tapi jika benci sudah merapat - meski coklat akan terasa seperti tai kucing

Tantangan lebih besar & lebih berat menunggu didepan RI, buat apa mengganjal perjalanan bangsa sendiri?

KPU Dewa-nya Pemilu - Siapa Bilang Pemilu itu Suara Rakyat ?

Yang dilupakan oleh para capres/cawapres beserta pendukungnya adalah persoalan netralitas KPU (Komisi Pemilihan Umum) sbg penyelenggara pemilu.

Bukan berarti saya menuduh KPU tdk netral, tp ada aturan yang dibuat oleh KPU, dimana dalam PKPU (peraturan KPU) disebutkan bahwa formulir C1 (perhitungan suara utk saksi) yg berhologram wajib diberikan pada saksi, pada saat perhitungan ditingkat kelurahan (bukan ditingkat TPS).

PKPU ini membuka peluang terjadinya kecurangan, sama seperti pada kasus pemilihan umum legislatif kemaren. Dimana para saksi, para caleg, bahkan ketua partai peserta pemilu kesulitan mendapatkan form C1. Rata2 yg diberikan pd saksi adl form C1 yg tdk berhologram, atau bahkan sama sekali tdk mendapat form C1 ini, dg alasan silahkan tandatangan C1 & hasilnya dicatat/difoto.difotocopy saja. Karena kewajiban KPU harus memberikan C1 berhologram hanya pd perhitungan tingkat kelurahan, bukan pd perhitungan suara tingkat TPS

Padahal yg bisa jadi alat bukti yg sah, hanyalah form C1 yg berhologram. Meski apa yg dicatat sesuai dg form C1 berhologram, atau bahkan form C1 berhologram utk saksi yg memuat hasil perhitungan suara itu difoto/difotocopy, itu bukan merupakan alat bukti yg sah.

Kenapa ini harus dipikirkan? karena pada pemlihan umum legislatif kemaren, banyak C1 berhologram yg ternyata hasil perhitungan suara tdk sesuai/tdk sama dg catatan/fotocopy/foto C1 yg dimiliki para saksi. Bahkan banyak form C1 yg berisi angka hasil tip-ex, coretan dll. meski demikian yg dianggap sah hanyalah form C1 yg berhologram, yg dikuasai KPU, dan baru diberikan pd saksi pd perhitungan ditingkat kelurahan. Bahkan sampai perhitungan kecamatan saja, krn situasi seperti itu, partai/peserta pemilu kesulitan mendapat form C1 yg berhologram.

Akibatnya, saat ada rekomendasi dr panwaslu utk menghitung ulang (bukan rekapitulasi ulang) 1 TPS dr 5000 TPS yg ada pd suatu kota, dimana hitung ulang dg membuka kotak suara ditemukan adanya kecurangan, yakni ada sebuah partai yg tetulis mendapat 50 suara, tp saat dibuka kotak suara & dihitung ulang, partai tersebut ternyata tdk ada yg mencoblos sama sekali, alias dapat 0 suara.

itu bari 1 TPS yang ketahuan, sayangnya perhitungan ulang tidak dilakukan di 5000 TPS di kota itu, KPU beralasan bhw rekomendasi panwaslu hanyalah utk 1 TPS. Padahal utk mendapatkan rekomendasi dr panwaslu, itu adalah hal yg sangat sulit.

Jika hanya rekapitulasi ulang (bukan penghitungan ulang dg membuka kotak suara utk mencocokkan), yg dihitung ulang hanyalah apa yg ditulis di form C1, D1 dst, yg form itu hanya KPU yg memegang & menguasai, masyarakat tidak tahu, apakah yg tercantum pd form itu sama atau tidak sama dengan surat suara yg dicoblos & dimasukkan pd kotak suara.

Berdasar contoh yg terjadi di kota itu (dan juga ditempat2 lain. Bahkan diberitakan media massa, ada penyelenggara pemilu yg membawa lari kotak suara & kotak suara banyak yg hilang, bahkan ada yg dibakar, tp pemilu jalan terus krn yg dihitung cuma berdasar form C1), pd pemilu legislatif kemaren banyak tuduhan terjadi kecurangan dll, akan tetapi kenapa gugatan di MK (mahkamah konstitusi) sangat sedikit? karena utk bisa dilakukan sidang di MK, selain waktu pendaftaran gugatan sangat mepet, juga harus dilengkapi form C1 yg berhologram, dan ternyata form C1 yg berhologram itu sampai selesainya pemilu sangat sulit didapat, ataupun jika didapat, meski berisi banyak coretan & tip-ex, tetap dianggap sbg alat bukti yg sah, dibanding alat bukti yg lain.

Untuk itu, pada para pendukung prabowo-hatta & jokowi- jusuf kalla, sebaiknya PKPU itu digugat ke MK & diganti, bahwa form C1 harus sudah diberikan pd saksi ditingkat TPS. Sebab perjalanan perhitungan suara dr TPS ke kelurahan, dikota besar spt surabaya saja membutuhkan waktu lebih dr 3 hari, apalagi didaerah yg lebih terpencil. Apa saja bisa berubah pada saat itu.

Kenapa demikian, saya yg kebetulan temani relasi habis bepergian & antar kehotel, iseng2 nonton rekapitulasi suara yg dilakukan KPU di tingkat propinsi disebuah hotel di Surabaya, yg kebetulan jd tempat menginap relasi, sampai ketawa terbahak2, krn ada sebuah kabupaten yg jk dilihat, tiap TPS dikabupaten itu, jumlah suara utk partai & calon tertentu angkanya sama persis (saya masih ingat, partai & calon itu disemua TPS mendapat suara 84, sedangkan dikabupaten sebelahnya calon & partai itu di tiap2 TPS mendapat suara sama persis 63), dan hal itu cuma jd protes, tp perhitungan jalan terus, jika mau gugat silahkan ke MK, tp utk gugat ke MK syaratnya ya itu tadi, sangat sulit ... hehehehe

Maka menurut saya, sebaiknya hal tersebut digugat saat ini ke MK, agar formulir C1 dll hak para saksi sudah bisa dipegang saat perhitungan di TPS. Jika tidak tentunya terbuka peluang terjadinya kecurangan dalam perhitungan suara, dan isu kecurangan ini krn sistem yg dibuat KPU, berpotensi menimbulkan ketegangan.

Jadi menurut saya, PKPU ini merupakan salah satu celah yg membuka terjadinya kecurangan, dimana membuka ruang terjadinya upaya utk mengajak/memerintahkan KPU utk tdk netral, seperti kasus2 pencurian suara, pengaturan suara dll. Karena apa yg ada dikotak suara, belum tentu sama dengan apa yg ditulis dalam form hasil pemilu.

Karena jika tidak diatur dg jelas, maka siapapun bisa dituduh melakukan kecurangan, dan tuduhan2 bisa berkembang menjadi ketegangan. Maka pertanyaannya, kenapa KPU membuat PKPU yg berpeluang menimbulkan terjadinya kecurangan & menimbulkan ketegangan antar kandidat? dan kenapa para peserta pemilu & masyarakat tidak jeli pada peraturan2 yg dibuat oleh KPU?

Kita berharap kecurangan & ketegangan tidak akan terjadi, tp dengan aturan2 yg dibuat sepihak oleh KPU ini, tampaknya membuka peluang terjadinya hal tersebut. Jadi kalau ada pemilu ricuh, ini adalah tanggungjawab KPU yg mebuat aturan yg membuka peluang agar pihak2 peserta pemilu bisa bekerjasama dg KPU utk melakukan kecurangan..

Bagaimana tim prabowo, jokowi dan juga masyarakat Indonesia? anda akan membiarkan hal ini terus berlangsung? dan membiarkan anda semua diadu-domba oleh sistem yg dibuat KPU?

Kita tidak ingin hasil pemilu menimbulkan kericuhan dan berakibat pihak ke-3 membuat keruh bangsa ini dan mencerai-beraikannya bukan?

Senin, 26 Mei 2014

Obrolan Pemilihan Presiden RI 2014 Sambil Ngopi Ala Orang Gunung

Soal pilpres 2014, ini hanya analisa sambil kopi menikmati udara segar di lereng gunung, jadi mohon tidak ditanggapi dg serius2 amat... karena amat sedang tidur... lagi pula yang buat analisa cuma orang awam yang gak terlalu paham soal politik alias kumpul ithik2.

Pada pilpres ini ada 2 calon yang akan berkompetisi. Dikatakan kompetisi, karena ibarat pertandingan sepakbola, semoga tim & pemain2 yang terbaik yang menang, sehingga selanjutnya diharapkan bisa berlaga dikancah internasional dengan lbh baik.

Karena kompetisi, suporter masing2 kesebelasan boleh bersorak-sorai dengan gegap gempita mendukung tim-nya, kalau perlu boleh bawa drum, terompet dll, bahkan sah2 saja jika membawa group kesenian dll, sehingga kompetisi bisa makin meriah.

Dalam kompetisi yang baik, siapapun yangg menang, yang penting penonton sangat puas, terhibur dan bisa pulang kerumah dengan gembira karena telah menikmati jalannya pertandingan yangg bagus & menghibur. (sepakbola modern adalah pertandingan yang sekaligus juga merupakan pertunjukan hiburan)

Selesai kompetisi, tim yg terbentuk dari kompetisi yang sehat, diharap bisa mewakili dalam pertandingan di tingkat internasional.. pada saat itu lebur sudah mana yg tim A & B, yang ada adalah tim nasional yang saling melengkapi.. semua supporter tidak lagi terkotak2 pada masing2 tim, tapi sudah merupakan satu kesatuan sebagai supporter tim nasional.

Bagaimana dalam pilpres 2014 ini?
 

Saat ini kita disuguhi dg berbagai isu yg kadang tidak jelas jluntrungannya. Sehingga rawan terjadinya adu domba yg bisa memecah persatuan, baik itu antar capres maupun antar masyarakat.
si anu diinfokan antek Yahudi, si fulan diinfokankan sbg antek cina, si amat diinfokan kejam, si badu diinfokan khianat, si dono diinfokan atheis atau kumpul dg orang2 yg cenderung atheis dll. Bahkan dengan data yang kadang kabur atau malah dipalsukan, adu domba semakin disulut/tersulut, ibarat api disiram minyak. Yang lebih mencengangkan, bahkan agama & kepercayaan sering dijadikan alasan pembenar untuk menindas sesama warga bangsa yang lain.

Akibatnya 2 capres beserta pendukung & pemilihnya, didorong2 atau bahkan terdorong2 untuk berhadapan sebagaimana layaknya pasukan kurawa & pandawa dalam perang baratayudha, atau laksana pasukan Rama & pasukan Rahwana dalam episode Ramayana. Tentu semuanya merasa dirinya sebagai pasukan Pandawa yg dg teguh melawan pasukan Kurawa atau Pasukan Rama Wijaya yg dg gagah berani menyerbu Alengka.

Kira2 apa atau siapa ya yg dengan sukses mengadu domba masyarakat & bangsa ini sampai sangat hingar bingar, bahkan jika keterusan bisa terasa sangat mengerikan?

Atau situasi ini terbentuk karena kerinduan yang sangat dalam, akan munculnya para pemimpin yang bisa jadi panutan & punya niat untuk membangun masyarakat, bangsa & negara menuju masa depan yang lebih baik & bermartabat? Mungkin itu karena terlalu lama mengalami proses pencarian pemimpin yang meski hanya sekedar punya niat baik saja sudah sangat langka untuk ditemukan di planet ini?

Mau tidak mau saat ini semua tergiring dalam adu domba yang sangat keras. Bahkan menurut saya yang cuma orang gunung ini, para capres beserta fans, pendukung & pemilihnya bisa saja terus diadu-domba sampai babak belur semua, sampai lemes semua, dst.

Padahal ke dua capres ini sebenarnya sama2 merupakan pemimpin yang cukup baik & berpotensi membawa negeri ini pada harapan baru & semangat baru. dan tentunya tidak ada pemimpin yang sempurna, masing2 punya kelebihan dan tak dipungkiri punya kekurangan. Namanya saja manusia..

Maka sangat mencengangkan, bagaimana dalam adu domba yang ada, para pemimpin itu diserang habis2an, kalau perlu ibaratnya sampai2 para pemimpin itu dilempari batu biar berdarah2, biar gak ganteng lagi. Jadi kalaupun nantinya terpilih, sebagian masyarakat yang lain akan terus melemparinya dengan batu. Karena dendam sudah ditanamkan secara perlahan2 dalam proses adu domba ini.

Ini belum lagi jika ternyata prosesnya tidak berlanjut pada kompetisi. Karena pihak yang diibaratkan sebagai dewa yang menentukan hidup mati-nya pemimpin pada pilpres adalah KPU (Komisi Pemilihan Umum) mulai dari pusat sampai ke daerah.

Kenapa ada pertanyaan, akankah kompetisi antar 2 kandidat ini (yakni Jokowi & Prabowo) akan berlangsung atau akan tidak berlangsung?

Karena KPU sebagai pihak yang sangat menentukan bisa saja dengan kewenangannya yang sangat mutlak bisa men-diskualifikasi salah satu pasangan calon presiden. Bisa dilihat, pada tahun 2014 ini KPU sudah membuat peraturan tentang cara & syarat2 calon presiden & wakil presiden. Jika diamati syarat2 calon presiden & wakil presiden yang dibuat KPU periode saat ini agak berbeda dengan syarat2 calon presiden & wakil presiden pada tahun 2009.

Jika diteliti secara mendalam, dengan syarat2 yang dibuat oleh KPU ini bisa saja menggugurkan salah satu atau bahkan kedua calon pasangan presiden/wakil presiden yang ada. Alias di-diskualifikasi & tidak bisa mengikuti pemilihan presiden/wakil presiden. Bagaimana jika terjadi hal yang demikian?

Jika salah satu pasangan di-diskualifikasi oleh KPU, tentunya pilpres tidak akan terlaksana, karena tidak mungkin pemilihan presiden hanya ada peserta satu pasangan. Apa yang akan terjadi jika demikian?
Jika itu terjadi, maka yang jelas akan ada penundaan waktu pelaksanaan pilpres, sampai ada minimal 2 pasangan calon. Dengan hal ini, koalisi yang mendukung pasangan pilpres yang di-diskualifikasi, akan mengajukan calon presiden/wapres baru.

Atau bisa saja proses diulang, dimana akan terbentuk koalisi yang berbeda dengan konfigurasinya dengan yang ada sebelumnya, yang mengajukan capres/wapres yang baru sebagai alternatif baru.

Tampaknya sederhana. tapi proses ini berpotensi menanamkan kebencian pada pendukung capres/wapres yang di-diskualifikasi, dan masyarakat akan tergiring opini bahwa yang melakukan langkah untuk mengganjal capres/wapres yang di-diskualifikasi, adalah pasangan yang merupakan kompetitornya.

Ini menimbulkan akibat pedang bermata dua. Yakni melakukan pembunuhan karakter pada capres/wapres yang di-diskualifikasi, dan akan menimbulkan dendam pada kompetitornya. Sekaligus juga melakukan pembunuhan karakter pada capres/wapres kompetitornya yang lolos dari persyaratan yang dibuat KPU. Karena pihak yang lolos dianggap telah melakukan perbuatan keji dengan cara mengganjal kompetitornya agar di-diskualifikasi.

Padahal jika terjadi hal yang demikian, itu adalah perbuatan dari KPU, yang membuat kebijakan yang membuka peluang timbulnya pembunuhan karakter & potensi adu domba masyarakat.

Dengan situasi dimana kedua pasangan capres/wapres yang ada beserta para pendukungnya saat ini saja secara sadar/ secara tidak sadar sudah tergiring pada arena adu domba yang sangat keras, Jika sampai ada yang di-diskualifikasi, maka proses adu domba akan semakin sempurna, mungkin berakibat sampai kedua pasangan & pendukungnya sudah sama2 lemas setengah mati.

Jika sudah demikian, maka figur baru, calon presiden/wapres alternatif yang dimunculkan oleh pembuat skenario, dengan sendirinya akan dianggap masyarakat sebagai idiola mengalahkan calon2 sebelumnya yan dianggap masyarakat sebagai biang kerok dan dituduh sebagai pelaku pembunuhan karakter & sumber kerasahan masyarakat. Padahal mereka adalah korban dari sebuah skenario untuk membunuh karakter keduanya.

Hal lain yang bisa merupakan pemicu pecah belah bangsa ini adalah adanya dugaan ketidak-netralan KPU sebagai penyelenggara pemilu.

Kenapa ada dugaan tersebut? Ini bercermin pada proses pemilu legislatif 2014 yang lalu. Bisa dilihat berita televisi misalnya, dimana dipertontonkan ada suatu daerah, kotak suara dibuka dan surat suara diganti baru yang dicoblos secara beramai2 sesuai pesanan.

Media massa yang lain juga memberitakan, bagaimana warga satu desa tidak ada satupun yang hadir pada saat pencoblosan, tapi kotak suara penuh dengan surat suara yang tercoblos dengan tingkat kehadiran lebih dari 80%.

Media cetak besar yang lain memberitakan, karena adanya rekomendasi dari panwaslu (Panitia Pengawas Pemilu) setempat, bagaimana pada 1 TPS setelah dilakukan perhitungan suara ulang dengan membuka kotak suara dan menghitung lagi jumlah suara berdasar kertas suara yang ada di kotak itu, menghasilkan sesuatu yang mencengangkan. Dimana apa yang ditulis pada berita acara rekapitulasi ternyata berbeda dengan apa yang ada pada kotak suara. Dimana pada rekapitulasi ditulis ada sebuah partai yang mendapat 50 suara, setelah kotak suara dibuka & surat suara dihitung ulang, ternyata partai yang tadinya ditulis mendapat 50 suara, ternyata tidak ada satupun kertas suara yang menunjukkan bahwa partai tersebut dicoblos warga pada TPS itu.

Itu hanya 1 TPS dari sekitar lebih dari 5000 TPS disebuah kota. Tapi karena Panwaslu setempat hanya merekomendasi yang dilakukan penghitungan suara ulang dengan membuka kotak suara hanya di 1 TPS itu saja, maka di TPS lain, KPU tidak melakukan upaya yang sama pada 5000an TPS yang lain. Paling banter KPU hanya melaksanakan rekapitulasi ulang (penghitungan suara ulang tanpa membuka kotak suara untuk mencocokkan), sehingga masyarakat tidak tahu apakah apakah yang ditulis pada lembar rekapitulasi suara itu, sama atau tidak sama dengan kertas suara yang dicoblos warga yang tersimpan rapi pada kotak suara. Hal ini akan tetap menjadi misteri bagi masyarakat. Untuk rekapitulasi ulang, itupun tidak semua dari 5000 dilakukan, karena panwaslu hanya merekomendasikan sekitar 200an TPS saja untuk dilakukan rekapitulasi ulang (tanpa membuka kotak suara untuk mencocokkan).

Hal ini terjadi disebuah kota yang sangat besar. Bisa dibayangkan apa yang terjadi di kota kecil, pedasaan apalagi di pedalaman yang terpencil.

Lalu jika KPU melakukan hal yang tidak semestinya seperti itu, apa yang akan terjadi? akankah terjadi kelowongan kekuasaan? atau pemilihan presiden/wapres hanya menimbulkan luka & dendam bagi sesama warga bangsa ini? Yang jelas, situasi yang sekarang ini telah menggiring masyarakat pada apatisme, dendam, dll yang ujung2nya memberi cap buruk bagi perjalanan bangsa yakni: bahwa untuk menentukan pemimpinnya saja bangsa ini, tidak bisa.

Semoga saja dengan kewenangannya yang sangat superior seperti layaknya dewa2 di khayangan, KPU tidak melakukan hal yang demikian. Masyarakat hanya bisa berharap pada belas kasihan dari KPU mulai pusat sampai didaerah, agar bangsa ini tidak terpuruk & terbenam pada adu domba yang menimbulkan luka yang sangat mendalam.

Meskipun optimisme pada netralitas KPU sedikit tergerus dengan proses rekritmen KPU dipropinsi oleh KPU RI, rekruitmen KPU kota/kabupaten oleh KPU propinsi, rekruitmen PPK (penyelenggara pemilu ditingkat kecamatan) oleh KPU kota/kabupaten dst. Yang bukan didasarkan pada kualitas & netralitas, akan tetapi hanya sekedar karena like/dislike (suka/tidak suka)

Hal ini karena meski sudah muncul berita bahwa disebuah propinsi, tim seleksi KPU propinsi ternyata anaknya jadi caleg partai tertentu, maka yang diloloskan sebagai 10 orang calon anggota KPU untuk diseleksi & dipilih 5 orang oleh KPU pusat, mayoritas adalah orang2 yang berlatar belakang dari partai tertentu itu, atau orang2 dari organisasi keagamaan yang merupakan bidan dari lahirnya partai tertentu itu.

Setelah terbentuk KPU propinsi dari proses yang demikian, maka dalam pembentukan KPU kota/kabupaten di propinsi itu, tim seleksi mayoritas (4 dari 5 tim seleksi) selalu dari mereka yang berlatar belakang organisasi/ partai tersebut. Sehingga ada 1 kabupaten yang terbongkar, dimana tim seleksi KPU ternyata masih aktif sebagai pengurus partai tertentu itu. Ini berhasil dibongkar karena ada masyarakat yang terus menerus protes dengan keras. Jika tidak ada protes yang keras dan langkah aksi yang konkret dari masyarakat, biasanya Bawaslu, DKPP dll hanya akan berpangku tangan & terkesan membiarkan.

Ditengah adanya situasi yang demikian, tentunya optimisme tetap harus dibangun oleh masyarakat sendiri. Tanpa mengandalkan harus dibangun oleh orang lain. Agar nantinya bisa membangun sistem yang memberi harapan baru bagi kemajuan bangsa ini dimasa depan.

Akhir kata, Jokowi tidak heboh, Prabowo tenang2 saja... kok para pendukungnya saling hujat2an & fitnah2an ? silahkan tunjukkan kelebihan & misi visi jagoanmu... tanpa harus menghujat kompetitor..

2 calon presiden pada pemilu 2014 ini adalah sama2 putra bangsa yg baik... jangan sampai anak2 bangsa terbelah. Sehingga siapapun yang terpilih semoga bisa membawa bangsa ini pada kemajuan, tanpa harus takut dijegal saat menjalankan programnya (yang baik untuk bangsa)..

Seperti perumpamaan pertandingan sepakbola diawal tulisan ini.. Jangan sampai tim nasional saat bertanding di kancah internasional, malah dilempari sendiri oleh warga negerinya agar tim nasional kalah pada pertandingan yang lebih besar, hanya karena dendam yang sudah sejak lama ditanamkan secara sistematis