Senin, 26 Mei 2014

Obrolan Pemilihan Presiden RI 2014 Sambil Ngopi Ala Orang Gunung

Soal pilpres 2014, ini hanya analisa sambil kopi menikmati udara segar di lereng gunung, jadi mohon tidak ditanggapi dg serius2 amat... karena amat sedang tidur... lagi pula yang buat analisa cuma orang awam yang gak terlalu paham soal politik alias kumpul ithik2.

Pada pilpres ini ada 2 calon yang akan berkompetisi. Dikatakan kompetisi, karena ibarat pertandingan sepakbola, semoga tim & pemain2 yang terbaik yang menang, sehingga selanjutnya diharapkan bisa berlaga dikancah internasional dengan lbh baik.

Karena kompetisi, suporter masing2 kesebelasan boleh bersorak-sorai dengan gegap gempita mendukung tim-nya, kalau perlu boleh bawa drum, terompet dll, bahkan sah2 saja jika membawa group kesenian dll, sehingga kompetisi bisa makin meriah.

Dalam kompetisi yang baik, siapapun yangg menang, yang penting penonton sangat puas, terhibur dan bisa pulang kerumah dengan gembira karena telah menikmati jalannya pertandingan yangg bagus & menghibur. (sepakbola modern adalah pertandingan yang sekaligus juga merupakan pertunjukan hiburan)

Selesai kompetisi, tim yg terbentuk dari kompetisi yang sehat, diharap bisa mewakili dalam pertandingan di tingkat internasional.. pada saat itu lebur sudah mana yg tim A & B, yang ada adalah tim nasional yang saling melengkapi.. semua supporter tidak lagi terkotak2 pada masing2 tim, tapi sudah merupakan satu kesatuan sebagai supporter tim nasional.

Bagaimana dalam pilpres 2014 ini?
 

Saat ini kita disuguhi dg berbagai isu yg kadang tidak jelas jluntrungannya. Sehingga rawan terjadinya adu domba yg bisa memecah persatuan, baik itu antar capres maupun antar masyarakat.
si anu diinfokan antek Yahudi, si fulan diinfokankan sbg antek cina, si amat diinfokan kejam, si badu diinfokan khianat, si dono diinfokan atheis atau kumpul dg orang2 yg cenderung atheis dll. Bahkan dengan data yang kadang kabur atau malah dipalsukan, adu domba semakin disulut/tersulut, ibarat api disiram minyak. Yang lebih mencengangkan, bahkan agama & kepercayaan sering dijadikan alasan pembenar untuk menindas sesama warga bangsa yang lain.

Akibatnya 2 capres beserta pendukung & pemilihnya, didorong2 atau bahkan terdorong2 untuk berhadapan sebagaimana layaknya pasukan kurawa & pandawa dalam perang baratayudha, atau laksana pasukan Rama & pasukan Rahwana dalam episode Ramayana. Tentu semuanya merasa dirinya sebagai pasukan Pandawa yg dg teguh melawan pasukan Kurawa atau Pasukan Rama Wijaya yg dg gagah berani menyerbu Alengka.

Kira2 apa atau siapa ya yg dengan sukses mengadu domba masyarakat & bangsa ini sampai sangat hingar bingar, bahkan jika keterusan bisa terasa sangat mengerikan?

Atau situasi ini terbentuk karena kerinduan yang sangat dalam, akan munculnya para pemimpin yang bisa jadi panutan & punya niat untuk membangun masyarakat, bangsa & negara menuju masa depan yang lebih baik & bermartabat? Mungkin itu karena terlalu lama mengalami proses pencarian pemimpin yang meski hanya sekedar punya niat baik saja sudah sangat langka untuk ditemukan di planet ini?

Mau tidak mau saat ini semua tergiring dalam adu domba yang sangat keras. Bahkan menurut saya yang cuma orang gunung ini, para capres beserta fans, pendukung & pemilihnya bisa saja terus diadu-domba sampai babak belur semua, sampai lemes semua, dst.

Padahal ke dua capres ini sebenarnya sama2 merupakan pemimpin yang cukup baik & berpotensi membawa negeri ini pada harapan baru & semangat baru. dan tentunya tidak ada pemimpin yang sempurna, masing2 punya kelebihan dan tak dipungkiri punya kekurangan. Namanya saja manusia..

Maka sangat mencengangkan, bagaimana dalam adu domba yang ada, para pemimpin itu diserang habis2an, kalau perlu ibaratnya sampai2 para pemimpin itu dilempari batu biar berdarah2, biar gak ganteng lagi. Jadi kalaupun nantinya terpilih, sebagian masyarakat yang lain akan terus melemparinya dengan batu. Karena dendam sudah ditanamkan secara perlahan2 dalam proses adu domba ini.

Ini belum lagi jika ternyata prosesnya tidak berlanjut pada kompetisi. Karena pihak yang diibaratkan sebagai dewa yang menentukan hidup mati-nya pemimpin pada pilpres adalah KPU (Komisi Pemilihan Umum) mulai dari pusat sampai ke daerah.

Kenapa ada pertanyaan, akankah kompetisi antar 2 kandidat ini (yakni Jokowi & Prabowo) akan berlangsung atau akan tidak berlangsung?

Karena KPU sebagai pihak yang sangat menentukan bisa saja dengan kewenangannya yang sangat mutlak bisa men-diskualifikasi salah satu pasangan calon presiden. Bisa dilihat, pada tahun 2014 ini KPU sudah membuat peraturan tentang cara & syarat2 calon presiden & wakil presiden. Jika diamati syarat2 calon presiden & wakil presiden yang dibuat KPU periode saat ini agak berbeda dengan syarat2 calon presiden & wakil presiden pada tahun 2009.

Jika diteliti secara mendalam, dengan syarat2 yang dibuat oleh KPU ini bisa saja menggugurkan salah satu atau bahkan kedua calon pasangan presiden/wakil presiden yang ada. Alias di-diskualifikasi & tidak bisa mengikuti pemilihan presiden/wakil presiden. Bagaimana jika terjadi hal yang demikian?

Jika salah satu pasangan di-diskualifikasi oleh KPU, tentunya pilpres tidak akan terlaksana, karena tidak mungkin pemilihan presiden hanya ada peserta satu pasangan. Apa yang akan terjadi jika demikian?
Jika itu terjadi, maka yang jelas akan ada penundaan waktu pelaksanaan pilpres, sampai ada minimal 2 pasangan calon. Dengan hal ini, koalisi yang mendukung pasangan pilpres yang di-diskualifikasi, akan mengajukan calon presiden/wapres baru.

Atau bisa saja proses diulang, dimana akan terbentuk koalisi yang berbeda dengan konfigurasinya dengan yang ada sebelumnya, yang mengajukan capres/wapres yang baru sebagai alternatif baru.

Tampaknya sederhana. tapi proses ini berpotensi menanamkan kebencian pada pendukung capres/wapres yang di-diskualifikasi, dan masyarakat akan tergiring opini bahwa yang melakukan langkah untuk mengganjal capres/wapres yang di-diskualifikasi, adalah pasangan yang merupakan kompetitornya.

Ini menimbulkan akibat pedang bermata dua. Yakni melakukan pembunuhan karakter pada capres/wapres yang di-diskualifikasi, dan akan menimbulkan dendam pada kompetitornya. Sekaligus juga melakukan pembunuhan karakter pada capres/wapres kompetitornya yang lolos dari persyaratan yang dibuat KPU. Karena pihak yang lolos dianggap telah melakukan perbuatan keji dengan cara mengganjal kompetitornya agar di-diskualifikasi.

Padahal jika terjadi hal yang demikian, itu adalah perbuatan dari KPU, yang membuat kebijakan yang membuka peluang timbulnya pembunuhan karakter & potensi adu domba masyarakat.

Dengan situasi dimana kedua pasangan capres/wapres yang ada beserta para pendukungnya saat ini saja secara sadar/ secara tidak sadar sudah tergiring pada arena adu domba yang sangat keras, Jika sampai ada yang di-diskualifikasi, maka proses adu domba akan semakin sempurna, mungkin berakibat sampai kedua pasangan & pendukungnya sudah sama2 lemas setengah mati.

Jika sudah demikian, maka figur baru, calon presiden/wapres alternatif yang dimunculkan oleh pembuat skenario, dengan sendirinya akan dianggap masyarakat sebagai idiola mengalahkan calon2 sebelumnya yan dianggap masyarakat sebagai biang kerok dan dituduh sebagai pelaku pembunuhan karakter & sumber kerasahan masyarakat. Padahal mereka adalah korban dari sebuah skenario untuk membunuh karakter keduanya.

Hal lain yang bisa merupakan pemicu pecah belah bangsa ini adalah adanya dugaan ketidak-netralan KPU sebagai penyelenggara pemilu.

Kenapa ada dugaan tersebut? Ini bercermin pada proses pemilu legislatif 2014 yang lalu. Bisa dilihat berita televisi misalnya, dimana dipertontonkan ada suatu daerah, kotak suara dibuka dan surat suara diganti baru yang dicoblos secara beramai2 sesuai pesanan.

Media massa yang lain juga memberitakan, bagaimana warga satu desa tidak ada satupun yang hadir pada saat pencoblosan, tapi kotak suara penuh dengan surat suara yang tercoblos dengan tingkat kehadiran lebih dari 80%.

Media cetak besar yang lain memberitakan, karena adanya rekomendasi dari panwaslu (Panitia Pengawas Pemilu) setempat, bagaimana pada 1 TPS setelah dilakukan perhitungan suara ulang dengan membuka kotak suara dan menghitung lagi jumlah suara berdasar kertas suara yang ada di kotak itu, menghasilkan sesuatu yang mencengangkan. Dimana apa yang ditulis pada berita acara rekapitulasi ternyata berbeda dengan apa yang ada pada kotak suara. Dimana pada rekapitulasi ditulis ada sebuah partai yang mendapat 50 suara, setelah kotak suara dibuka & surat suara dihitung ulang, ternyata partai yang tadinya ditulis mendapat 50 suara, ternyata tidak ada satupun kertas suara yang menunjukkan bahwa partai tersebut dicoblos warga pada TPS itu.

Itu hanya 1 TPS dari sekitar lebih dari 5000 TPS disebuah kota. Tapi karena Panwaslu setempat hanya merekomendasi yang dilakukan penghitungan suara ulang dengan membuka kotak suara hanya di 1 TPS itu saja, maka di TPS lain, KPU tidak melakukan upaya yang sama pada 5000an TPS yang lain. Paling banter KPU hanya melaksanakan rekapitulasi ulang (penghitungan suara ulang tanpa membuka kotak suara untuk mencocokkan), sehingga masyarakat tidak tahu apakah apakah yang ditulis pada lembar rekapitulasi suara itu, sama atau tidak sama dengan kertas suara yang dicoblos warga yang tersimpan rapi pada kotak suara. Hal ini akan tetap menjadi misteri bagi masyarakat. Untuk rekapitulasi ulang, itupun tidak semua dari 5000 dilakukan, karena panwaslu hanya merekomendasikan sekitar 200an TPS saja untuk dilakukan rekapitulasi ulang (tanpa membuka kotak suara untuk mencocokkan).

Hal ini terjadi disebuah kota yang sangat besar. Bisa dibayangkan apa yang terjadi di kota kecil, pedasaan apalagi di pedalaman yang terpencil.

Lalu jika KPU melakukan hal yang tidak semestinya seperti itu, apa yang akan terjadi? akankah terjadi kelowongan kekuasaan? atau pemilihan presiden/wapres hanya menimbulkan luka & dendam bagi sesama warga bangsa ini? Yang jelas, situasi yang sekarang ini telah menggiring masyarakat pada apatisme, dendam, dll yang ujung2nya memberi cap buruk bagi perjalanan bangsa yakni: bahwa untuk menentukan pemimpinnya saja bangsa ini, tidak bisa.

Semoga saja dengan kewenangannya yang sangat superior seperti layaknya dewa2 di khayangan, KPU tidak melakukan hal yang demikian. Masyarakat hanya bisa berharap pada belas kasihan dari KPU mulai pusat sampai didaerah, agar bangsa ini tidak terpuruk & terbenam pada adu domba yang menimbulkan luka yang sangat mendalam.

Meskipun optimisme pada netralitas KPU sedikit tergerus dengan proses rekritmen KPU dipropinsi oleh KPU RI, rekruitmen KPU kota/kabupaten oleh KPU propinsi, rekruitmen PPK (penyelenggara pemilu ditingkat kecamatan) oleh KPU kota/kabupaten dst. Yang bukan didasarkan pada kualitas & netralitas, akan tetapi hanya sekedar karena like/dislike (suka/tidak suka)

Hal ini karena meski sudah muncul berita bahwa disebuah propinsi, tim seleksi KPU propinsi ternyata anaknya jadi caleg partai tertentu, maka yang diloloskan sebagai 10 orang calon anggota KPU untuk diseleksi & dipilih 5 orang oleh KPU pusat, mayoritas adalah orang2 yang berlatar belakang dari partai tertentu itu, atau orang2 dari organisasi keagamaan yang merupakan bidan dari lahirnya partai tertentu itu.

Setelah terbentuk KPU propinsi dari proses yang demikian, maka dalam pembentukan KPU kota/kabupaten di propinsi itu, tim seleksi mayoritas (4 dari 5 tim seleksi) selalu dari mereka yang berlatar belakang organisasi/ partai tersebut. Sehingga ada 1 kabupaten yang terbongkar, dimana tim seleksi KPU ternyata masih aktif sebagai pengurus partai tertentu itu. Ini berhasil dibongkar karena ada masyarakat yang terus menerus protes dengan keras. Jika tidak ada protes yang keras dan langkah aksi yang konkret dari masyarakat, biasanya Bawaslu, DKPP dll hanya akan berpangku tangan & terkesan membiarkan.

Ditengah adanya situasi yang demikian, tentunya optimisme tetap harus dibangun oleh masyarakat sendiri. Tanpa mengandalkan harus dibangun oleh orang lain. Agar nantinya bisa membangun sistem yang memberi harapan baru bagi kemajuan bangsa ini dimasa depan.

Akhir kata, Jokowi tidak heboh, Prabowo tenang2 saja... kok para pendukungnya saling hujat2an & fitnah2an ? silahkan tunjukkan kelebihan & misi visi jagoanmu... tanpa harus menghujat kompetitor..

2 calon presiden pada pemilu 2014 ini adalah sama2 putra bangsa yg baik... jangan sampai anak2 bangsa terbelah. Sehingga siapapun yang terpilih semoga bisa membawa bangsa ini pada kemajuan, tanpa harus takut dijegal saat menjalankan programnya (yang baik untuk bangsa)..

Seperti perumpamaan pertandingan sepakbola diawal tulisan ini.. Jangan sampai tim nasional saat bertanding di kancah internasional, malah dilempari sendiri oleh warga negerinya agar tim nasional kalah pada pertandingan yang lebih besar, hanya karena dendam yang sudah sejak lama ditanamkan secara sistematis